Search

Menilik Kelola Sampah Makanan dan Serbuan Turis di Ubud Gaya Hidup • 29 December 2019 18:35 - CNN Indonesia

Ubud, CNN Indonesia -- Ada banyak hotel di Bali, mulai dari yang murah sampai mahal. Semaraknya industri pariwisata di Bali tak hanya dinikmati oleh pengusaha lokal, karena investor dari luar negeri juga semakin ramai berdatangan.

Memiliki hotel yang menjunjung kearifan lokal Bali menjadi visi Adiguna Kusuma atau yang akrab disapa Adi, pemilik jaringan hotel Adiwana yang bermarkas di Ubud. Namun saat ditemui CNNIndonesia.com pada akhir pekan kemarin, kami tidak berbicara banyak soal bisnis. Ia lebih banyak mengemukakan tantangan berikut pekerjaan rumah yang dihadapi oleh industri pariwisata Pulau Dewata.

Pria berusia 29 tahun ini lahir dan besar di Ubud. Keluarganya sudah memulai usaha perhotelan sejak tahun 1980-an. Saat ini perusahaan keluarganya sudah memiliki lima hotel dan mengelola 15 hotel di bawah naungan Adiwana Hotel & Resort Management.

Sebagian besar berlokasi di Ubud, tapi ada juga yang berlokasi di Nusa Lembongan, Nusa Penida, Canggu, bahkan ada rencana buka di Natuna, Kepulauan Riau, salah satu kepulauan terdepan Indonesia.

Menjalankan usaha keluarga tak membuat Adi dengan mudahnya membangun hotel baru di Bali. Pria yang sempat mengenyam pendidikan perhotelan di Australia ini mengatakan kalau overtourism dan sampah juga menjadi kendala yang dihadapinya sebagai pengusaha.

Dikatakannya, dampak buruk dari kedatangan turis sangat terasa di area Bali Selatan. Di sana hotel-hotel bersaing dengan ketat, akibatnya harga tidak sebanding dengan kualitas yang didapatkan tamu.

Gedung hotel juga banyak yang dibangun dengan arsitektur seadanya, seakan melupakan ciri khas Bali. Ditambah lagi dengan pengolahan sampah dan limbah yang kurang tertata.

Dua hal tersebut berujung pada ulasan negatif dari tamu yang beredar di media sosial, yang memperburuk citra pariwisata Bali.

"Overtourism sebenarnya bisa dicegah dengan mengedukasi para pengusaha hotel soal persaingan harga dan pengolahan sampah. Saya rasa saat ini masih banyak yang belum disiplin soal dua hal tersebut. Jika ada regulasi yang tegas, kesemerawutan seperti itu tidak akan terjadi," kata Adi menyayangkan.

Adi mengatakan hal tersebut tidak terjadi di Ubud, karena di sini regulasi untuk membangun sebuah hotel sangatlah ketat, salah satunya jumlah kamar yang dibatasi.

Hotel wajib memperkerjakan 25 persen penduduk sekitar. Hotel juga wajib membangun pura sebagai tempat ibadah para karyawan yang beragama Hindu. Plus hotel harus diberi sentuhan eksterior dan interior yang mencerminkan Bali.

[Gambas:Instagram]

"Desa Adat Padangtegal bisa jadi contoh pengelolaan kawasan wisata yang baik. Kawasannya bebas sampah bahkan ada area parkir terpusat. Pemilik usaha di sana cukup kompak dalam berbisnis. Saya rasa turis juga bakal terus berdatangan jika disambut dengan suasana nyaman seperti itu, bukan cuma disuguhi alam Bali saja," ujar Adi.

Soal pengelolaan sampah, Adi berusaha untuk menekan jumlah sampah plastik di hotelnya. Tidak ada lagi sedotan plastik atau kemasan plastik sekali pakai di kamar atau restorannya. Sedotan plastik diganti dengan sedotan kertas, sementara kantong plastik - yang sudah diganti dengan kantong kertas, hanya akan diberi jika diminta.

Selain plastik, sampah sisa makanan juga ikut menjadi perhatiannya. Oleh karena itu ia bekerjasama dengan petani dan peternak sekitar yang mau menampung sampah sisa makanan dari hotelnya.

Konsep tersebut membuat salah satu restoran dalam hotelnya, Herb Library, berhasil masuk menjadi anggota komunitas Slow Food.

Komunitas internasional ini fokus terhadap rantai konsumsi yang sehat dalam industri kuliner. Pemilik restoran selain menyediakan menu sehat juga harus bekerjasama dengan petani atau peternak lokal.

Sampah makanan nantinya juga diberikan kepada petani atau peternak lokal agar operasional restoran lebih ramah lingkungan. Petani dan peternak lokal juga diberi edukasi untuk mengembangkan produk yang baik untuk bumi.

Herb Library juga menyediakan konsultasi kesehatan yang ditilik dari sisi kuliner. Kuncinya, tamu harus konsisten dan terus menerapkannya sepulang dari Bali.

[Gambas:Instagram]

"Sisa makanan bisa dijadikan pupuk atau pakan ternak. Istilahnya kami tidak ingin menyimpan sampah, tempat pembuangan sampah di sini kan juga sangat terbatas," kata Adi.

Bali akan selalu menjadi destinasi wisata favorit Adi. Tapi ia juga menganggap Jepang sebagai destinasi yang menyenangkan, terutama dalam urusan keramahan penduduknya.

Setiap tahun ia bersama keluarganya pasti berkunjung ke Negara Matahari Terbit untuk silaturahmi dengan saudara jauhnya.

"Penduduk Jepang sama ramahnya dengan Bali. Contohnya mereka mau mengantar kita jika tersesat. Walau terkendala bahasa, tapi mereka akan berusaha menjelaskan kepada kita. Satu yang perlu ditiru soal kedisiplinan. Saya rasa SDM di bidang pariwisata Bali harus mencontoh kedisiplinan tersebut," ujar Adi.

Bagi turis Indonesia yang ingin berwisata ke Ubud, Adi mengatakan ada banyak objek wisata yang bisa dikunjungi selain Persawahan Tegalalang yang sudah populer.

"Saya bisa merekomendasikan turis Indonesia untuk datang ke Monkey Forest, Bukit Campuhan, Puri Ubud, Museum Ubud, atau mengikuti prosesi melukat yang lebih khusuk di Bangli," pungkasnya.

[Gambas:Video CNN]

(ard)

Let's block ads! (Why?)

Baca Lagi dah di situ https://www.cnnindonesia.com/gaya-hidup/20191229132431-269-460761/menilik-kelola-sampah-makanan-dan-serbuan-turis-di-ubud

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Menilik Kelola Sampah Makanan dan Serbuan Turis di Ubud Gaya Hidup • 29 December 2019 18:35 - CNN Indonesia"

Post a Comment

Powered by Blogger.