Search

Food Bank, Menyulap Makanan Sampah Jadi Berkah

SURABAYA - Secara sengaja ataupun tidak, kita kerap kali membuang makanan. Padahal di lain pihak, masih banyak orang yang kesulitan mendapat makanan.

Eva Bachtiar bersama komunitasnya, Garda Pangan, coba “menyelamatkan” makanan yang terbuang itu hingga tak mubazir. Garda Pangan ingin menjadi “penyelamat” makanan. Bukan cuma itu, komunitas ini juga kerap menyalurkan makanan kepada yang membutuhkan, khususnya yang tinggal di wilayah Surabaya, Jawa Timur.

BERITA TERKAIT +

Eva dan dua rekannya, Indah Audivtia dan Dedhy Bharoto Trunoyudho, yang berprofesi sebagai pengusaha katering, tahu betul makanan sehabis pesta sering kali menjadi mubazir karena selalu tersisa dalam jumlah banyak. Lantas, bagaimana Eva melalui Garda Pangan bergerak dan apa saja yang dilakukannya agar makanan yang masih layak makan tidak berujung di tempat sampah? Inilah cerita wanita 31 tahun itu kepada KORAN SINDO.

Bagaimana Garda Pangan Anda buat?

Awalnya kumpul dengan Mas Dedhy dan Mbak Indah. Mereka pasangan pemilik katering di Surabaya. Mereka menghadapi langsung bagaimana makanan sering menjadi sampah begitu saja. Sisa makanan yang masih ada terkadang tidak dipedulikan oleh yang punya acara. Makanan pun melimpah.

Ada perasaan bersalah saat harus dibuang. Mereka berpikir bagaimana caranya supaya makanan tidak terbuang percuma dan diberikan kepada yang membutuhkan. Tidak lama kami pun bertemu dan membuat sebuah gagasan Garda Pangan ini. Sebenarnya cerita pertemuan kami cukup panjang.

Kami pernah bergabung di sebuah kegiatan bersama, beberapa waktu silam. Kalau saya sudah dari dulu memang punya impian untuk membuat food bank. Food bank itu sebenarnya harus ada di setiap kota di Indonesia. Kami bertiga menggodok konsep mulai September 2016.

Mulai jalan saat bertemu dengan mitra pertama kami, sebuah restoran, pada Juni 2017. Godok konsep yang dimaksud, yaitu kami merencanakan mengambil makanan dari mana, acara atau restoran. Saat pertama mulai, Mas Dedhy juga ikut acara 1001 startup digital yang dibuat Kemenkominfo.

Di situ, justru kami belum masuk dalam digital, tapi baru mencoba. Percaya diri saja, tidak ada salahnya ikut acara tersebut karena kami mendapat ilmu banyak dari situ dan bertemu banyak link. Sampai kami masuk ranah digital, tapi masih aplikasi berbasis website dengan lingkungan wilayah Surabaya.

Jadi, memang Anda sudah punya impian membuat semacam food bank. Apa yang mendasari hal tersebut?

Sebab, saya melihat di luar negeri konsep food bank itu sudah familier. Jadi, memang kalau ada makanan yang berlebih dikumpulkan di food bank. Perbedaannya, di luar negeri kebanyakan makanan kaleng, jadi penanganannya pun lebih mudah. Kalau sedang dibutuhkan tinggal dihangatkan. Berbeda dengan kondisi di Indonesia, yang rata-rata makanannya basah sehingga sulit ditangani. Memang tidak bisa disamakan dengan di luar negeri.

Bagaimana perkembangan Garda Pangan saat ini dan adakah keinginan untuk melebarkan sayap sampai ke luar kota?

Memang banyak permintaan untuk di luar kota. Kami sebenarnya ingin, tetapi tidak mau terburu-buru untuk mematangkan konsepnya. Kami ingin kumpulkan basisnya dulu. Perkembangan sekarang, mitra sudah ada 3 restoran, 2 katering, 1 bakery, dan 1 pasar organik di Surabaya.

Setiap bulan ada pasar organik, kami turut mengumpulkan sayur dan buah yang terlihat tidak bagus, tapi masih layak makan. Kami juga bekerja sama dengan festival makanan. Sudah empat festival makanan yang digelar di Surabaya, yang memberikan makanan lebih mereka.

Seperti apa proses kerja Garda Pangan?

Jadi, ada yang namanya food rescue seperti arti harfiahnya. Rescue berarti menyelamatkan makanan yang berpotensi untuk dibuang. Kami ambil lagi, lalu disalurkan kepada orang yang membutuhkan. Kami mengambil makanan di restoran ataupun bakery karena mereka memproduksi makanan dalam jumlah banyak setiap hari.

Beberapa dari mereka punya standar dalam menjaga merek sehingga kualitas dari makanan pun harus selalu bagus dan segar. Jadi kalau ada makanan yang tidak habis setiap hari, dibuang saja. Mereka tidak mau repot harus disalurkan ke mana. Garda Pangan berperan di situ.

Kami datang biasanya saat sudah malam. Kami bungkus langsung di tempat, kemudian beranjak ke tempat pembagian makanan. Kami berikan kepada masyarakat prasejahtera. Target utamanya yakni yatim piatu, lansia janda, anak jalanan, dan kampung prasejahtera.

Setiap hari berbeda-beda. Kami buat data base masyarakat kelas menengah ke bawah. Kalau bertemu tempat baru, biasanya kami langsung kasih dan kami catat. Harapannya, kalau semua sudah kami kasih, lalu suatu hari ada makanan yang sesuai dengan jumlah masyarakat yang didata, kami akan datangi. Lebih praktis dan efisien.

Sebenarnya melalui Garda Pangan apa yang ingin Anda sampaikan?

Menurut saya, tidak banyak orang yang peduli dengan sampah makanan. Padahal, sampah makanan efeknya banyak. Pertama, kerugian ekonomi. Kalau misalnya kita tidak menghabiskan setengah piring saja, berarti sudah menyia-nyiakan sumber daya yang mendukung makanan itu ada.

Menjadi sia-sia, terbuang gitu saja. Kedua, kerugian lingkungan karena sebenarnya sampah makanan kalau sudah menumpuk, akan mengirim gas metana yang 21 kali lebih berbahaya dari CO2. Gas metana juga termasuk penyumbang gas emisi rumah kaca yang paling besar. Ketiga, kerugian sosial. Ironis saja, di satu sisi orang buang makanan, di sisi yang lain ada yang kelaparan atau makan kurang dalam sehari.

Sebelumnya

1 / 2

Let's block ads! (Why?)

Baca Lagi dah di situ https://economy.okezone.com/read/2018/02/04/320/1854531/food-bank-menyulap-makanan-sampah-jadi-berkah

Bagikan Berita Ini

0 Response to "Food Bank, Menyulap Makanan Sampah Jadi Berkah"

Post a Comment

Powered by Blogger.