Sekawanan bocah bermain di atas dermaga reyot yang terbuat dari kayu di tepi sungai Pisang Batu di Bekasi. Sementara di bawah mereka timbunan sampah berbau memenuhi badan sungai, menyebar sejauh mata memandang.
Hari-hari ini Pisang Batu menjadi medan terdepan dalam perang melawan sampah plastik yang dilancarkan pemerintah. Hingga 2025 Indonesia menetapkan sasaran ambisius, yakni mengurangi 70% sampah plastik. Namun meski telah menganggarkan hampir Rp. 15 triliun per tahun untuk misi tersebut, upaya pembersihan sungai-sungai di Indonesia berlangsung tertatih-tatih.
Baca juga: Bogor Mulai Diet Kantong Plastik Per 1 Desember
"Setiap kali hujan dan banjir, semua penduduk desa turun untuk mengumpulkan sampah dan membersihkan sungai," kata Marzuki, penduduk Tarumajaya yang merupakan salah satu desa di bantaran Pisang Batu. "Kami tidak pernah letih melakukannya. Tapi sampahnya datang terus," keluh pria tersebut.
Sungai tersebut hanya satu dari banyak sungai lain yang secara rutin memboyong sampah ke laut. Setiap tahun Indonesia membuang sekitar 3,2 juta ton limbah plastik, hampir separuhnya mendarat di samudera, klaim sebuah studi yang dipublikasikan jurnal Science pada 2015 silam. Dalam penelitian tersebut, Indonesia tercatat sebagai negara penyumbang polusi plastik di laut terbesar kedua di dunia setelah Cina.
"Walaupun kami sudah membawa armada sebanyak 25 truk sampah setiap hari tiga kali bolak-balik ke sana, realitanya tidak separuhnya yang sudah kami bersihkan," kata Suseno, Kepala Seksi Ketentraman Dan Ketertiban di Traumajaya.
Pendidikan dan kesadaran lingkungan menjadi tantangan terbesar dalam program pembersihan sungai di Indonesia. Ketika sungai-sungai di Jawa menghilang dalam timbunan sampah, upaya menghapus kebiasaan menggunakan plastik sekali pakai di supermarket besar di Bali malah memicu penolakan dari penduduk sendiri.
Baca juga: Bagaimana Singkong Bantu Perangi Sampah Plastik di Indonesia
"Saya melihat orang protes karena mereka tidak mendapat plastik seusai belanja," kata salah seorang konsumen yang berbelanja, Thomas Wibowo. "Kalau kita tiba-tiba dilarang menggunakan plastik, sebagai orang Indonesia kita pasti kaget." Meski demikian pemerintah setempat berniat memperluas larangan penggunaan plastik sekali pakai ke toko-toko yang lebih kecil.
Risiko polusi plastik terhadap kehidupan laut menjadi nyata November silam, saat seekor paus ditemukan tewas terdampar di pantai Pulau Kapota di Wakatobi, Sulawesi Tenggara, dengan perut berisikan 6kg sampah plastik. "Saya kira ini juga adalah isu global, tidak hanya masalah nasional saja," kata Ida Bagus Rai Dharmawijaya Mantra, Walikota Denpasar.
"Saya melihat banyak penduduk yang menerima dan bahkan membantu gerakan ini, termasuk wisatawan. Mereka juga ingin membantu mengganti kantung lastik," imbuhnya.
rzn/hp (Reuters)
-
Manila Yang Tercekik Sampah Plastik
Sungai Plastik
Gambaran serupa juga dimiliki Indonesia: sebuah sungai di tengah kota yang dipenuhi sampah plastik. Sejak beberapa tahun terakhir organisasi lingkungan Greenpeace menempatkan ibukota Filipina, Manila, di urutan ke tiga dalam daftar sumber polusi sampah plastik terbesar di dunia, setelah Cina dan Indonesia.
-
Manila Yang Tercekik Sampah Plastik
Happyland yang Penuh Sampah
Happyland adalah sebuah kampung miskin di jantung Manila. Meski namanya yang mengindikasikan hal berbeda, "Hapilan" - begitu warga Filipina menyebut kawasan kumuh itu, berarti "sampah berbau busuk" dalam bahasa Tagalog. Di sini penduduk miskin Manila hidup dari mengumpulkan dan menjual sampah.
-
Manila Yang Tercekik Sampah Plastik
Plastik Bertukar Peso
Penduduk kawasan kumuh Happyland bekerja layaknya mesin daur ulang: Mereka mengumpulkan botol plastik dan jenis sampah daur ulang lain, memilah dan menjualnya kepada penadah untuk beberapa Peso. Hanya dengan cara itu mereka bisa bertahan hidup.
-
Manila Yang Tercekik Sampah Plastik
Sampah Menggiurkan
Meski begitu Happyland memangku harapan ribuan kaum miskin di Manila. Lantaran bisnis daur ulang sampah plastik, penduduk kawasan kumuh ini bertambah pesat dari 3.500 orang di tahun 2006 menjadi 12.000 orang pada 2016.
-
Manila Yang Tercekik Sampah Plastik
Berharap pada Pendidikan
Tidak sedikit anak-anak di bawah umur bekerja memulung sampah bersama orangtuanya. Kemiskinan yang menghimpit menjauhkan mereka dari sekolah. Namun kini muncul kesadaran orangtua untuk menyekolahkan anak mereka meski pendapatan yang ala kadarnya. Tanpa pendidikan, lingkaran kemiskinan di Happyland nyaris mustahil dipatahkan.
-
Manila Yang Tercekik Sampah Plastik
Bermain di Pantai Sampah
Jika anak-anak di Manila bermain di atas pantai, mereka tidak lagi bisa berlari di atas pasir putih, melainkan timbunan sampah. Selain kawasan kumuh seperti Happyland, sebagian sampah yang diproduksi di ibukota mendarat di pantai. Lemahnya penegakan hukum memperparah situasi tersebut, klaim organisasi lingkungan Greenpeace.
-
Manila Yang Tercekik Sampah Plastik
Kemasan Ramah Lingkungan?
Salah satu faktor maraknya sampah plastik adalah desain kemasan perusahaan besar. Greenpeace menuding Nestle atau Unilever ingin berhemat biaya dengan menjual kemasan sekali buang. Namun Nestle misalnya berjanji akan mengganti semua jenis kemasan menjadi lebih ramah lingkungan selambatnya tahun 2025.
-
Manila Yang Tercekik Sampah Plastik
Duit Sengit Sampah Plastik
Happyland adalah bagian dari distrik Tondo yang menjadi kawasan miskin berpenduduk 600.000 orang di Manila. Di sinilah sebagian besar sampah ibukota diolah, meski tanpa infrastruktur dan fasilitas yang memadai. Kelangkaan infrastruktur pula yang membuat limbah dari Tondo mencemari sungai Pasig yang melintasi Manila.(Wagner/Kling/rzn)
Let's block ads! (Why?)
Baca Lagi dah di situ https://www.dw.com/id/sampah-mengalir-sampai-laut-bagaimana-pemerintah-kesulitan-bersihkan-sungai/a-47196994
Bagikan Berita Ini
0 Response to "Sampah Mengalir Sampai Laut - Bagaimana Pemerintah Kesulitan Bersihkan Sungai - Deutsche Welle"
Post a Comment