Menabung Sampah di “Ngudi Lestari”, Lingkungan Asri, Emas Menanti
Tumpukan kantong berisi sampah dan sejumlah mesin tampak memenuhi sebuah bangunan di Jalan Karangrejo Selatan VI, RT 01/ RW 07 Kelurahan Tinjomoyo, Kecamatan Banyumanik, Kota Semarang, Rabu (24/4). Bunga berwarna-warni yang terbuat dari botol plastik bekas tampak menghiasi dinding bangunan yang sebagian terbuka.
Di depan bangunan seluas 4x7 meter itu, terpampang tulisan yang menjadi identitas bangunan itu, “Bank Sampah Ngudi Lestari. The Gade, Clean and Gold”. Sejak diresmikan Direktur Utama Pegadaian (Persero) pada Februari lalu, Bank Sampah Ngudi Lestari menjadi pusat pengelolaan sampah di lingkungan RW 07 Kelurahan Tinjomoyo. Setiap dua minggu sekali, puluhan warga berdatangan ke tempat itu untuk menyetorkan sampah yang telah mereka pilah dari rumah.
Ketua Bank Sampah Ngudi Lestari Umi Nasiah mengatakan, warga RT 07 Kelurahan Tinjomoyo sudah terbiasa memilah sampah untuk mengurangi sampah yang dibuang ke tempat pembuangan sampah. Bahkan, setiap rumah diwajibkan menyetorkan ecobrick dalam setiap pertemuan warga dilingkungan RW 07. Ecobrick adalah bata ramah lingkungan yang dibuat dari sampah plastik.
“Sebelum adanya Bank Sampah Ngudi Lestari, kami mengambil sampah yang telah dipilah di masing-masing rumah warga, lalu menimbangnya. Kami bekerja sama dengan pengepul dari Demak untuk mengambil sampah yang sudah terkumpul,” terangnya.
Namun sejak adanya Bank Sampah Ngudi Lestari, sampah yang telah dipilah warga dibawa ke bank sampah. Hingga saat ini, tercatat ada 76 warga RW 07 menjadi penabung di Bank Sampah Ngudi Lestri.
“Sebelum ada Bank Sampah Ngudi Lestari, hanya sebagian warga yang rajin memilah sampah. Namun sekarang, setelah ada Bank Sampah Ngudi Lestari, banyak yang ikut memilah sampah. Ibu-ibu juga tambah semangat karena saldonya emas,” kata Umi.
Tidak hanya warga RW 07 saja yang menabung sampah di Bank Sampah NgudiLestari. Sejumlah warga dari luar wilayah RW 07 kini juga menjadi nasabah di Bank Sampah Ngudi Lestari. Tercatat ada 50 warga RW 01 dan 33 warga RW 02 yang menabung sampah di Bank Sampah Ngudi Lestari.
Beragam jenis sampah disetorkan warga ke Bank Sampah Ngudi Lestari.
Masing-masing jenis sampah sudah ditetapkan harganya. Misalnya kardus Rp 1.000 perkilogram, kertas koran Rp 2.000 perkilogram dan kertas putih Rp 1.600 perkiloram. Selain itu, botol bodong putih Rp 2.000perkilogram, botol bodong gelas Rp 3.500 perkilogram dan tutup botol Rp 2.000 perkilogram.
“Namun kalau jualnya ke pengepul dalam bentuk plastik cacahan,harganya lebih mahal jika dibandingkan dalam bentuk masih utuh. Misalnya botol, kalau dijual dalam bentuk utuh harganya hanya Rp 2.000 perkilogram. Namun kalau sudah dicacah harganya bisa mencapai Rp8.000,” papar Umi.
Dengan memanfaatkan mesin penjajah bantuan dari Pegadaian, sampah plastik dicacah sebelum dijual ke pengepul. Pihaknya merekrut empat orang untuk mengoperasikan mesin pencacah yang ada di Bank Sampah Ngudi Lestari.
Berdasarkan catatan Bank Sampah Ngudi Lestari, selama Bulan Maret, sampah yang disetorkan warga sebanyak 467,6 kilogram senilai Rp670.410. Sementara sepanjang 1 hingga 20 April, sampah yang disetorkan warga ke Bank Sampah Ngudi Lestari sebanyak 570,1 kilogram senilai Rp699.050.
Sampah paling banyak disetorkan warga ke Bank Sampah Ngudi Lestari pada bulan ini di antaranya plastik campur 80 kilogram, kardus 114kilogram dan kertas putih 140,5 kilogram.
Hasil dari penjualan sampah tersebut, kemudian disetorkan oleh pengurus Bank Sampah Ngudi Lestari ke Pegadaian untuk dikonversi dalam bentuk tabungan emas. Sehingga warga yang menabung di Bank Sampah NgudiLestari memiliki tabungan emas di Pegadaian.
Pembangunan Bank Sampah Ngudi Lestari merupakan perwujudan dari program corporate social responsibility (CSR) Pegadaian dalam program Pegadaian Bersih-bersih yang meliputi bersih administrasi, bersih hati dan bersih lingkungan.
Bank Sampah Ngudi Lestari merupakan bank sampah pertama yang dibangun Pegadaian di Jawa Tengah melalui Program Pegadaian Bersih-Bersih tersebut.
“Adanya bank sampah ini merupakan upaya untuk mengatasi potensi kerusakan lingkungan dan pemberdayaan masyarakat. Termasuk mengelola dan mengubah sampah menjadi emas," kata Direktur Utama Pegadaian, Kuswiyoto saat meresmikan Bank Sampah Ngudi Lestari,Februari lalu.
Kuswiyoto menjelaskan, program Pegadaian Bersih-Bersih mengajak seluruh masyarakat untuk peduli lingkungan dengan mengapitalisasi sampah menjadi emas. Kemudian masyarakat diberikan pembekalan mengenai pengolahan sampah secara baik dan benar untuk ditukar dengan emas oleh tim Pegadaian.
"Tim kami akan memberikan pembekalan mengenai cara mengumpulkan dan mengolah sampah, selanjutnya dikonversikan menjadi tabungan emas,"tambahnya.
Dalam program tersebut, Pegadaian memberikan bantuan untuk pembangunan Bank Sampah Ngudi Lestari sebesar Rp 249,796 juta dan bantuan untuk
sarana prasarana bank sampah sebesar Rp 116,790 juta. Selain itu, Pegadaian juga memberikan bantuan sebesar Rp 15,920 juta untuk sarana prasarana di shelter Usaha Mikro, Kecil dan Menengah (UMKM), pasang listrik peralatan usaha, dan lainnya.
Warga Antusias
Warga menyambut antusias program Pegadaian Bersih-bersih tersebut.
Selain membantu masyarakat dalam melestarikan lingkungan, keberadaan
Bank Sampah Ngudi Lestari juga memberi dampak ekonomi bagi warga sekitar.
Salah seorang warga RT 01/ RW 07 Kelurahan Tinjomoyo Titik Sumiati mengatakan sebelum dibangun Bank Sampah Ngudi Lestari, lahan tersebut dimanfaatkan warga sebagai tempat pembuangan sampah. “Dulu tempat ini kotor kumuh. Sekarang, setelah dibangun bank sampah, lingkungan jadi bersih tambah asri,” kata Titik.
Selain itu, Titik yang sehari-hari berjualan kue, kini mempunyai tabungan untuk masa depan keluarganya dari hasil penjualan sampah di Bank Sampah Ngudi Lestari. “Kini saya punya tabungan dalam bentuk emas Kadang saya menabung Rp 6.000, kadang Rp 15.000 dari hasil penjualan sampah. Hasil dari menabung sampah itu yang kami nanti-nanti Makanya sekarang lebih semangat memilah sampah agar bisa melihat kilau emas dari hasil menabung sampah,” sambungnya.
Senada disampaikan Umi Nasiah. “Lingkungan sekarang lebih bersih,lebih asri. Selain itu, kini saya punya tabungan dalam bentuk emas dari hasil menabung sampah,” terangnya.
Tabungan emas itu, kata dia, akan dijadikan bekal untuk biaya pendidikan anaknya di masa yang akan datang.
“Saya masih ada satu anak yang masih sekolah, kelas 2 SMA. Tabungan dari bank sampah ini bisa buat jaga-jaga untuk biaya kuliah anak saya kelak. Kalau nggak punya tabungan bisa kepontal-pontal. Syukur-syukur nanti bisa pergi haji dari tabungan ini,” harap Umi yang sehari-hari berjualan ayam geprek itu.
Sementara bagi Sarju, tabungan emas di Pegadaian dijadikannya sebagai tabungan hari tua. Dalam dua bulan, tabungan sampahnya telah menghasilkan Rp 160.000. “Pertama, saya setor 50 kilogram. Yang kedua 23 kilogram. Hasilnya untuk tabungan hari tua,” kata Sarju.
Pembangunan Bank Sampah Ngudi Lestari juga berkontribusi mengurangi volume sampah yang dibuang ke Tempat Pembuangan Akhir (TPA).
Berdasarkan data Ditjen Pengelolaan Sampah Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), jumlah sampah perkapita di Indonesia sebanyak 7 kilogram perhari atau sebesar 65 juta ton sampah dalam kurun waktu satu tahun. Sampah tersebut terdiri dari 57 persen sampah organik, 16 persen plastik besar, 10 persen kertas dan 17 persen sampah lainnya. Hal ini mengakibatkan Indonesia menjadi negara nomor dua sebagai pemasok sampah plastik terbesar di dunia setelah China.
Sementara itu, berdasarkan data Dinas Lingkungan Hidup (DLH) Kota Semarang, produksi sampah di Kota Semarang setiap hari mencapai 1.200ton. Kepala DLH Kota Semarang Muthohar mengatakan, untuk mengurangi volume sampah di TPA, DLH membangun bank sampah dan tempat pembuangan sampah terpadu (TPST) di sejumlah kelurahan.
Hingga saat ini tercatat ada 202 bank sampah dan enam TPST yang tersebar di sejumlah kelurahan di Kota Semarang. Menurut Muthohar, keberadaan bank sampah dan TPST tersebut mengurangi pembuangan sampah ke TPA sebesar 20 persen.
“Dengan adanya bank sampah dan TPST, sampah yang dibuang ke TPA berkurang 20 persen. Karena di bank sampah dan TPST itu, sampah-sampah diolah Semangat warga cukup luar biasa dalam mengolah sampah. Dengan adanya pengolahan sampah, umur TPA bisa lebih panjang,” terangnya,Kamis (25/4).
Undang-undang Nomor 18 Tahun 2008 tentang Pengelolaan Sampah mengamanatkan perlunya perubahan paradigma pengelolaan sampah dari "kumpul-angkut-buang” menjadi pengolahan yang bertumpu pada pengurangan sampah dan penanganan sampah.
Pengurangan sampah meliputi kegiatan pembatasan timbulan sampah, pendauran ulang sampah dan atau pemanfaatan kembali sampah. Sedangkan penanganan sampah meliputi pemilahan dalam bentuk pengelompokan dan pemisahan sampah sesuai dengan jenis, jumlah dan atau sifat sampah serta pengumpulan dalam bentuk pengambilan dan pemindahan sampah dari sumber sampah ke tempat penampungan sementara atau tempat pengolahan sampah terpadu.
Terkait hal ini, warga RW 07 Kelurahan Tinjomoyo dan sekitarnya telah melaksanakan amanat UU Nomor 18 Tahun 2008 melalui pengolahan sampah di Bank Sampah Ngudi Lestari.
Selain memilah sampah, warga juga memanfaatkan kembali sebagian sampah yang masih bisa dimanfaatkan untuk didaur ulang menjadi berbagai kerajinan bernilai ekonomi. Di antaranya tas, dompet dan tempat tisu.
Produk-produk daur ulang tersebut dipasarkan secara getok tular, dalam pertemuan warga serta pameran-pameran. Dengan demikian, melalui Bank Sampah Ngudi Lestari, warga telah menjadikan sampah sebagai sumber daya.
Lurah Tinjomoyo Dewi Meirjana berkeinginan membentuk bank sampah disemua RW yang ada di Kelurahan Tinjomoyo. Dari delapan RW, saat ini sudah ada dua bangunan bank sampah. Yakni di RW 01 yang dibangun tahun 2018 dan Bank Sampah Ngudi Lestari di RW 07 yang dibangun tahun ini.
Ia berharap, keberadaan bank sampah-bank sampah tersebut nantinya bisa menghapus status kawasan kumuh yang disandang Kelurahan Tinjomoyo.
Berdasarkan Surat Keputusan Wali Kota Semarang Nomor 050/801/ 2014 tentang Penetapan Lokasi Lingkungan Perumahan dan Permukiman Kumuh di Kota Semarang, Kelurahan Tinjomoyo ditetapkan sebagai satu dari 62kelurahan kumuh di Kota Semarang.
Pengelolaan persampahan menjadi salah satu dari delapan indikator kelurahan desa kumuh dalam Program Kota Tanpa Kumuh (Kotaku) yang ditetapkan Direktorat Jenderal Cipta Karya Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat.
Indikator pengelolaan persampahan meliputi ketidaktersediaan sistem pengelolaan persampahan, ketidaktersediaan sarana dan prasarana pengelolaan persampahan dan tercemarnya lingkungan sekitar oleh sampah.
Menurut Dewi, dulu, di Kelurahan Tinjomoyo memang tidak ada bank sampah maupun TPST. “Adanya TPS di pasar yang selalu overload,”terangnya.
Aktivitas pengelolaan sampah di Bank Sampah Ngudi Lestari dan bank sampah lainnya di Kelurahan Tinjomoyo menyalakan asa, kelak Kelurahan Tinjomoyo bisa keluar dari daftar kelurahan kumuh di Kota Semarang.
“Dengan adanya bank sampah telah mengubah perilaku masyarakat.Sekarang lingkungan lebih bersih, lebih tertata. Harapannya Tinjomoyo nantinya bisa lebih bersih, asri, tanpa ada sampah dan tidak lagi menyandang sebagai kelurahan kumuh,” harapnya.
(Isnawati/CN34/SM Network)
Berita Terkait
Loading...
Bagikan Berita Ini
DEWAPK^^ agen judi terpercaya, ayo segera bergabungan dengan kami
ReplyDeletedicoba keberuntungan kalian bersama kami dengan memenangkan uang jutaan rupiah
ditunggu apa lagi segera buka link kami ya :) :) :* :*